“Peran birokrasi dan kearsipan dalam
mewujudkan implementasi good governance”
Fiki Yuandana
Indonesia
merupakan salah satu negara di dunia yang mendambakan terciptanya tata pemerintahan
yang baik (good governance). Namun, apabila
dilihat dari keadaan yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih
sangat jauh dari harapan menuju good
governance. Banyak hal yang masih perlu diperbaiki dalam tata pemerintahan di
Indonesia seperti KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), pelayanan publik yang
lamban dan tidak netral serta minimnya transparansi dan akuntabilitas birokrasi.
Hal tersebut merupakan hanya beberapa permasalahan yang melanda sistem
pemerintahan kita saat ini sehingga good
governance yang didambakan menjadi
terhambat.
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
prinsip-prinsip good governance harus
diterapkan dan diimplementasikan secara tegas pada semua kalangan masyarakat
dan pemerintahan. Menurut World Bank, ada lima syarat
untuk mewujudkan tata pemerintahan yang
baik (good governance),
yaitu adanya efisiensi dalam manajemen
sektor publik, menciptakan akuntabilitas publik,
tersedianya infrastruktur hukum, adanya sistem
informasi yang menjamin akses
masyarakat terhadap inforrnasi yang berisi
kebijakan, dan adanya transparansi dari
berbagai kebijakan. Untuk mewujudkan implementasi good governance tersebut, harus
ada partisipasi dan dukungan dari sistem administrasi
pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Salah satu usaha
pemerintah untuk mewujudkan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik dalam
konteks transparansi adalah dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Paling tidak, dengan hadirnya
peraturan tersebut menunjukkan adanya usaha pemerintah dalam mengatur dan
melakukan transparansi informasi terhadap publik. Tentunya transparansi
informasi tidak hanya dituangkan dalam sebuah aturan, akan tetapi harus
direalisasikan dengan baik dan benar, misalnya melakukan pengelolaan kearsipan dengan memberikan akses informasi tentang kegiatan pemerintahan secara rutin kepada publik. Dengan direalisasikannya aturan tersebut
dengan baik maka salah satu usaha pemerintah dalam mewujudkan good governance akan bisa tercapai. Namun,
jika dilihat fakta yang terjadi, taransparansi informasi yang dilakukan
pemerintah terhadap publik, khususnya kepada masyarakat pedesaan dan beberapa
daerah terpencil lainnya masih sangat minim. Oleh karena itu, peran birokrasi dalam hal
tarnsparansi harus lebih serius dan pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik
dan merata.
Selain itu, syarat yang sangat penting dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik yaitu dengan melakukan penerapan sistem akuntabilitas yang lengkap, jelas, dan tepat terhadap birokrasi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara bersih, berdaya guna, berhasil guna, dan bertanggungjawab. Penerapan tersebut dapat dilakukan melalui proses penyelenggaraan pengelolaan kearsipan yang komprehensif. Dalam sebuah birokrasi, setiap instansi pemerintahan pasti melakukan proses administrasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Melalui proses administrasi tersebut akan tercipta sebuah rekaman kegiatan yang disebut dengan arsip. Undang-undang nomor 34 tentang Kearsipan menyebutkan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran kearsipan sebagai bahan pertanggungjawaban dalam mendukung impelementasi tata pemerintahan yang baik sangat signifikan. Pada hakikatnya, penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan arsip yang autentik dan terpercaya. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu bahwa penyelenggaraan yang komprehensif dan terpadu dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional, prasarana dan sarana yang memadai serta adanya dukungan pemerintah akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang merupakan salah satu indikator untuk menuju good governance. Pelayanan informasi melalui bidang kearsipan akan dapat memberikan dampak positif bagi keterbukaan informasi dan pelayanan publik dalam rangka menciptakan aparatur atau birokrat yang bersih. Keberadaan dan pengelolaan arsip harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi dan penyelenggaraan administrasi publik.
Selain itu, syarat yang sangat penting dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik yaitu dengan melakukan penerapan sistem akuntabilitas yang lengkap, jelas, dan tepat terhadap birokrasi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara bersih, berdaya guna, berhasil guna, dan bertanggungjawab. Penerapan tersebut dapat dilakukan melalui proses penyelenggaraan pengelolaan kearsipan yang komprehensif. Dalam sebuah birokrasi, setiap instansi pemerintahan pasti melakukan proses administrasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Melalui proses administrasi tersebut akan tercipta sebuah rekaman kegiatan yang disebut dengan arsip. Undang-undang nomor 34 tentang Kearsipan menyebutkan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran kearsipan sebagai bahan pertanggungjawaban dalam mendukung impelementasi tata pemerintahan yang baik sangat signifikan. Pada hakikatnya, penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan arsip yang autentik dan terpercaya. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu bahwa penyelenggaraan yang komprehensif dan terpadu dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional, prasarana dan sarana yang memadai serta adanya dukungan pemerintah akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang merupakan salah satu indikator untuk menuju good governance. Pelayanan informasi melalui bidang kearsipan akan dapat memberikan dampak positif bagi keterbukaan informasi dan pelayanan publik dalam rangka menciptakan aparatur atau birokrat yang bersih. Keberadaan dan pengelolaan arsip harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi dan penyelenggaraan administrasi publik.
Namun, jika
dilihat dari fakta yang terjadi, pengelolaan kearsipan masih sangat jauh dari
harapan yang diinginkan. Masih banyak individu, birokrat maupun instansi yang
tidak melakukan pengelolaan terhadap arsip yang tercipta bahkan tidak
mengetahui dan mengerti apa itu yang dimaksud dengan arsip. Banyak juga orang yang menggangap bahwa arsip
itu tidak penting. Hal tersebut terjadi karena lemahnya kesadaran terhadap
pentingnya mengelola arsip. Selain itu, mungkin hal tersebut terjadi karena
banyak orang yang melihat arsip dari kondisi fisiknya bukan dari informasi yang
terkandung didalamnya sehingga mereka beranggapan arsip itu suatu hal yang
tidak penting. Padahal jika dilihat dari usaha pemerintah dalam mengubah
paradigma masyarakat mengenai arti penting arsip, telah dikeluarkan undang-undang nomor 43
tahun 2009 tentang Kearsipan, namun tetap saja pengelolaan kearsipan masih
sangat rendah. Tidak akan berguna peraturan jika hanya dibuat dalam bentuk
tertulis namun tidak diikuti dengan praktik yang sebenarnya. Ada beberapa
kemungkinan penyebab lemahnya peraturan tersebut seperti kurangnya koordinasi
birokrasi pusat dan daerah dalam mensosialisasikan peraturan kepada publik,
adanya birokrat yang tidak mendukung dan mengindahkan peraturan, dan lemahnya
sanksi terhadap birokrat yang tidak melaksanakan peraturan tersebut. Oleh
karena itu, untuk mendukung persyaratan penyelenggaraan good governance, peraturan tersebut harus ditaati oleh semua
kalangan publik dan birokrasi.
Sebagai
contoh bagaimana minimnya peran birokrasi dalam konteks akuntabilitas nasional untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik dapat dilihat dari beberapa kasus yang
pernah terjadi di Indonesia. Pertama, mungkin sebagian kita masih ingat dengan
kejadian ketika masa peralihan dari orde lama ke orde baru yang sebelumnya
ditandai dengan munculnya sebuah surat
bernama supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Naskah asli supersemar yang
notabenenya merupakan bukti satu-satunya untuk meluruskan sejarah bangsa sampai
sekarang masih menjadi misteri. Tidak jelas, dimana tempatnya dan siapa yang
menyimpannya. Namun, telah beredar berbagai versi mengenai surat kontroversi
yang membawa Soeharto ke tampuk kekuasaan pemerintahan pada masa itu.
Setidaknya ada tiga versi naskah asli supersemar yang terdapat di ANRI (Arsip
Nasional Republik Indonesia), versi-versi yang berbeda tersebut justru
dikeluarkan oleh institusi atau individu yang dianggap paling kompeten yaitu
Sekertariat Negara dan para pelaku sejarahnya sendiri. Namun, lembaga kearsipan
ANRI memastikan ketiga versi tersebut merupakan supersemar palsu. Banyak yang
berpendapat bahwa supersemar hilang karena kelalaian, tetapi ada juga yang
berpendapat karena memang sengaja dihilangkan.
Kedua, mungkin masih segar juga
dalam ingatan mengenai lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu faktor terpenting yang menyebabkan lepasnya
pulau Sipadan dan Ligitan dari NKRI adalah tidak adanya arsip atau dokumen tentang
pengelolaan kedua pulau tersebut, artinya bukan sekadar arsip atau dokumen
perbatasan dan peta saja namun lebih dari pada itu. Hal ini bisa dilihat dari
hal yang menjadi indikator Mahkamah Internasional dalam memenangkan Malaysia
terhadap kedua pulau tersebut, yaitu adanya arsip atau dokumen penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur
penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sedangkan,
Indonesia hanya bersandar pada Konvensi 1891 yang dinilai hanya mengatur
perbatasan darat dari kedua negara di Kalimantan. Terlepas dari kedua kasus di
atas, menunjukkan bahwa peran birokrasi dan kearsipan memberi dampak yang
sangat signifikan dalam rangka penyelenggaraan good governance. Oleh karena itu, pengelolaan kearsipan merupakan suatu
hal yang penting, masalah seperti ini terlihat sederhana namun akan berdampak
besar kedepannya. Selain
penting, karena hal tersebut juag merupakan salah satu indikator good governance yang nantinya dapat
dijadikan sebagai alat pembuktian dan bahan pertanggungjawaban. Secara
teknis arsip merupakan sebuah fasilitas untuk mewujudkan terciptanya good governance. Di samping itu, peran
birokrasi harus lebih serius dan tegas dalam mendukung elemen-elemen yang
menjadi jembatan untuk menuju tata pemerintahan yang baik salah satunya dengan
mendukung pengelolaan kearsipan sehingga arsip sebagai akuntabilitas
penyelenggaraan administrasi negara dapat dimanfaatkan secara optimal dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Pambudi. Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga
Jenderal. Yogyakarta: Media Pressindo. 2006.
Wahyudi
Kumorotomo, Agus Pramusinto. Governance
Reform di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media. 2009.
Gentur Prihantono. Artikel “Peran Kearsipan Mewujudkan Good
Governance”. Badan Perputskaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. T.t.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan

Leave a comment